Perjanjian Linggajati yang mengharuskan Belanda harus segera angkat kaki dari wilayah de facto Republik Indonesia paling lambat 1 Januari1949 mendapat reaksi protes dan tentangan di negeri Belanda.Tanggapan serupa juga juga terjadi pada pihak Republik Indonesia saat menanggapi point tentang gendarmerie bersama. Gendarmerie adalah pemeliharaan perdamaian dan ketertiban bersama dengan pasukan Belanda dan Republik Indonesia sebagai inti, namun dengan jumlah yang diperkecil bahkan jika memungkinkan pasukan Republik Indonesia diperkecil jumlahnya atau dihilangkan.
Perbedaan-perbedaan tersebut dengan ketidakpuasan dikedua belah pihak menjadikan Belanda yang masih merasa "memiliki" Hindia Belanda (sebutan Belanda bagi seluruh wilayah di nusantara) semakin berusaha menghapus Republik Indonesia dari peta dunia. Belanda mempunyai keyakinan bahwa tokoh-tokoh yang menghendaki Indonesia lepas dari Belanda, berada di Republik Indonesia. Sementara dipihak Republik Indonesia keyakinan merdeka 100% cukup besar dan semua perundingan harus didasari dengan hal itu.
Perbedaan ini kemudian memicu terjadinya Agresi Militer Belanda I yang terjadi pada 21 Juli 1947. Agresi yang bersandikan "Operatie Product" ini ditujukan pada daerah-daerah penghasil pangan dan perkebunan terlebih dahulu dan bertahap menguasai Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia.
Agresi Belanda I diawali dari penerobosan Bandung Timur dan Selatan yang saat itu dipertahankan oleh berbaagai Batalyon baik dari Divisi I/Siliwangi dan Divisi II/Sunan Gunung Jati (wilayah Cirebon, Banyumas, dan Pekalongan). Penerobosan juga diikuti dengan serangan lambung dari pantura.
Wilayah Banyumas saat itu kekuatannya banyak dikirim ke fornt Bandung Timur dan Selatan bahkan hingga Cikampek. Purbalingga ketika itu hanya dipertahankan oleh satu kompi Batalyon III/Batalyon Singgih, satu Kompi ALRI, satu kompi CPM, dan satu kompi Tentara Pelajar serta pasukan pelajar IMAM.
Pasukan banyak dikirim juga untuk menghadang Belanda di Bumiayu dan Ajibarang, namun perkiraan meleset karena Belanda menyerang lewat jalur Tegal-Guci-Pulosari-Belik- Bobotsari dan jalur Pemalang-Randudongkal-Belik-Bobotsari. Belanda menguasai Bobotsari pada 30 Juli 1947 sore hari dan menguasai Purbalingga pada 31 Juli 1947.