Friday, 24 September 2010

Kekerabatan Masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang kuat dalam sistem kekerabatan meskipun hal tersebut tidak diwujudkan ke dalam penyematan nama keluarga dibelakang nama pribadi para anggota masyarakatnya. Sistem kekerabatan Jawa dapat dilihat dari urutan generasi, dimulai dari tingkat anak, keatas yaitu cucu-buyut-canggah-wareng-udek udek-gantung siwur-galih asem-debog bosok. Hierarki generasi bagi masyarakat Jawa benar-benar diperhatikan. 
Selain hierarki , kuatnya sistem kekerabatan masyarakat Jawa diantaranya terlihat dalam :
  • Upacara Kehamilan
Sejak masih dalam kandungan, kekerabatan sudah mulai dijalin. Selamatan 4 bulan kehamilan, kemudian ada juga mitoni (7 bulan) sampai dengan kelahiran, dan lainnya, semua diadakan upacara/selamatan. Hal ini membuktikan bahwa, minimal dalam keluarga, ikatan batin diantara anggota keluarga demikian kuat. Keadaan ini terus berlanjut sampai dengan dewasa.
  • Upacara  Kematian
Bila diatas hubungan dimulai sejak generasi penerus belum lahir, maka adapula hubungan generasi kepada generasi yang sudah meninggal dunia. Dimasyarakat Jawa kita mengenal adanya "slametan" kematian. Diawali dari Surtanah, yang merupakan hari saat penguburan, kemudian ada "slametan" 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, sampai dengan 1000 hari. Apabila telah mencapai 1000 hari ternyata tidak terhenti sampai disitu saja, karena kemudian dikenal dengan adanya Tradisi Nyadran, sebuah tradisi ziarah kubur diwaktu bulan Ruwah (Jawa) atau bulan Syaban di kalender Islam. Upaya penghormatan tersebut diatas kepada yang telah meninggal, tidak hanya sekedar penghormatan tetapi mengandung isi berupa doa meminta ampunan bagi yang telah dipanggil-Nya serta menunjukkan kuatnya kekerabatan diantara Masyarakat Jawa.
  • Pepatah "mangan ora mangan asal kumpul" (makan tidak makan asal kumpul)
Perkembangan istilah "mangan ora mangan asal kumpul" (makan tidak makan asal berkumpul) sebenarnya sudah ada dan melembaga di masyarakat Jawa jauh sebelum Kolonialisme Asing di Indonesia. Namun hal itu semakin bertambah kuat dengan praktek Kolonialisme yang menjadikan banyak orang Jawa dibawa keluar Jawa/Indonesia dengan tanpa ada kabar berita selanjutnya. Dalam kehidupan masyarakat Jawa sangat kental kekeluargaannya, terlihat biasanya dalam suatu desa antara penduduk satu dengan yang lain bila dirunut secara genealogis, maka akan ditemukan pertalian persaudaraan yang luar biasa. Mudahnya, orang Jawa, khususnya di desa, sering orang tua akan menempatkan rumah anak cucunya berada disekitar mereka. Dalam melakukan pernikahan pun biasanya masih melihat alur kekerabatan, bahkan ada istilah "ngumpulke balung pisah" (mengumpulkan tulang/darah/keturunan yang terpisah) dalam ikatan pernikahan. Maksudnya, menikah diusahakan dengan mereka yang masih dihitung/dapat ditelusur kekerabatannya.

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system