Tuesday, 30 March 2021

Purbalingga Mempertahankan Kemerdekaan (5): Agresi Militer Belanda I di Wilayah Purbalingga

Perjanjian Linggajati yang mengharuskan Belanda harus segera angkat kaki dari wilayah de facto Republik Indonesia paling lambat 1 Januari1949 mendapat reaksi protes dan tentangan di negeri Belanda.Tanggapan serupa juga juga terjadi pada pihak Republik Indonesia saat menanggapi point tentang gendarmerie bersama. Gendarmerie adalah pemeliharaan perdamaian dan ketertiban bersama dengan pasukan Belanda dan Republik Indonesia sebagai inti, namun dengan jumlah yang diperkecil bahkan jika memungkinkan pasukan Republik Indonesia diperkecil jumlahnya atau dihilangkan.

Perbedaan-perbedaan tersebut dengan ketidakpuasan dikedua belah pihak menjadikan Belanda yang masih merasa "memiliki" Hindia Belanda (sebutan Belanda bagi seluruh wilayah di nusantara) semakin berusaha menghapus Republik Indonesia dari peta dunia. Belanda mempunyai keyakinan bahwa tokoh-tokoh yang menghendaki Indonesia lepas dari Belanda, berada di Republik Indonesia. Sementara dipihak Republik Indonesia keyakinan merdeka 100% cukup besar dan semua perundingan harus didasari dengan hal itu.

Serbuan Belanda ke Purbalingga melewati jalur Gunung Slamet
Sumber: https://www.nationaalarchief.nl/onderzoeken/fotocollectie/sfa%3Acol1%3Adat111540 



Perbedaan ini kemudian memicu terjadinya Agresi Militer Belanda I yang terjadi pada 21 Juli 1947. Agresi yang bersandikan "Operatie Product" ini ditujukan pada daerah-daerah penghasil pangan dan perkebunan terlebih dahulu dan bertahap menguasai Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia. 

Agresi Belanda I diawali dari penerobosan Bandung Timur dan Selatan yang saat itu dipertahankan oleh berbaagai Batalyon baik dari Divisi I/Siliwangi dan Divisi II/Sunan Gunung Jati (wilayah Cirebon, Banyumas, dan Pekalongan). Penerobosan juga diikuti dengan serangan lambung dari pantura.

Wilayah Banyumas saat itu kekuatannya banyak dikirim ke fornt Bandung Timur dan Selatan bahkan hingga Cikampek. Purbalingga ketika itu hanya dipertahankan oleh satu kompi Batalyon III/Batalyon Singgih, satu Kompi ALRI, satu kompi CPM, dan satu kompi Tentara Pelajar serta pasukan pelajar IMAM.

Pasukan banyak dikirim juga untuk menghadang Belanda di Bumiayu dan Ajibarang, namun perkiraan meleset karena Belanda menyerang lewat jalur Tegal-Guci-Pulosari-Belik- Bobotsari dan jalur Pemalang-Randudongkal-Belik-Bobotsari. Belanda menguasai Bobotsari pada 30 Juli 1947 sore hari dan menguasai Purbalingga pada 31 Juli 1947.

Iring-iringan kolone Belanda menyerbu wilayah Purbalingga dari jalur Gunung Slamet
Sumber: https://www.nationaalarchief.nl/onderzoeken/fotocollectie/sfa%3Acol1%3Adat86090



Monday, 22 March 2021

Purbalingga Mempertahankan Kemerdekaan (4): Batalyon Friesland-Belanda yang Menduduki Purbalingga

 Frisie merupakan sebutan bagi salah satu propinsi di Belanda. Kata ini juga masih terdapat pada salah satu merk susu pabrikan. Ya. Susu Bendera. Ketika Perang Dunia II berakhir dan status quo akan dikembalikan ketika sebelum perang dunia terjadi, maka Belanda berusaha merekrut pemuda-pemuda untuk dijadikan wajib militer dan dikirim ke Hindia Belanda (Indonesia). Salah satunya para pemuda dari Friesland.

Bendera Batalyon Friesland di Cimahi yang akan bergerak ke Jawa Tengah
Bendera Batalyon Friesland ketika masih di Cimahi dan akan bergerak ke Jawa Tengah
 Sumber: https://www.nationaalarchief.nl/onderzoeken/fotocollectie/035eef9b-f86f-6102-27d2-95d3dddde633


Status quo ini lah yang menjadikan perdebatan antara pihak Indonesia dengan Belanda. Hal ini dapat dimengerti karena jika merunut status tersebut, sebelum Perang Dunia II maka Hindia Belanda (Indonesia) merupakan bagian dari Belanda. Kondisi ini tentu sangat tidak menguntungkan Indonesia karena selepas Jepang menyerah, Indonesia sudah berhasil memproklamirkan kemerdekaan sebelum Tentara Aliansi/Sekutu datang dan menduduki Indonesia sebagai pengganti Jepang. 
Perbedaan akan pandangan tersebut kemudian berujung pada Perjanjian Linggajati dan terus diikuti dengan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 hingga perseteruan yang silih berganti dengan perundingan. 

Saturday, 9 January 2021

Purbalingga Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (3): Perlawanan Divisi Siliwangi dari Serangan Udara Belanda

Monumen Siliwangi di desa Pepedan, Karangmoncol, Purbalingga
Sumber: Koleksi Pribadi

 

Agresi Militer Belanda I yang diawali pada 21 Juli 1947 juga menjadikan Purbalingga sebagai target.  Serbuan ini kemudian diakhiri dengan perjanjian Renville yang banyak merugikan pihak RI karena adanya "garis Van Mook" yang digunakan sebagai batas demarkasi daerah "milik Belanda" dan daerah milik RI. Garis tersebut sebenarnya hanya menghubungkan posisi-posisi pasukan Belanda yang berhasil menduduki kota-kota, namun kawasan pedesaan masih dikuasai RI.  Berdasarkan perjanjian Renville itulah, Purbalingga hingga ke Jawa Barat dikuasai Belanda, sehingga semua Aparat RI baik sipil maupun militer harus keluar dari daerah pendudukan Belanda. Singkatnya terjadilah perpindahan massal. 

Divisi Siliwangi yang berada di Jawa Barat juga harus masuk ke wilayah RI. Salah satu jalur yang digunakan adalah Kertanegara-Rembang-Banjarnegara hingga terus ke Yogya dan Solo. Perlu diketahui Banjarnegara masih termasuk wilayah RI, meskipun sering mendapat serangan udara dari Belanda. 

Saturday, 2 January 2021

Purbalingga Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (2): Ketika Purbalingga memiliki Dua Bupati

Perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan mengalami hambatan dan tantangan. Proklamasi 17 Agustus 1945 disusul dengan perjanjian Linggajati pada 1947 menunjukkan kemajuan diplomasi Indonesia, meskipun dalam kesepakatan hanya diakui secara "de facto" atas Jawa, Sumatra, dan Madura, serta tentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (terdiri dari RI dan beberapa negara bagian serta daerah otonom) untuk selanjutnya membentuk Uni Indonesia Belanda. 

Kesepakatan yang terakhir kemudian menimbulkan perbedaan penafsiran antara pihak Indonesia dan Belanda. Perbedaan tersebut kemudian meruncing sehingga Belanda secara sepihak menyatakan tidak terikat lagi dengan Linggajati. Hal ini selanjutnya diteruskan dengan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947 atau yang dikenal dengan "Clash I". 

Disqus Shortname

Comments system