Monday, 3 February 2014

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DI INDONESIA



PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Dwi Hatmoko

A.    PENGANTAR
Pendidikan merupakan salah satu jalan menuju kemajuan suatu negara. Pendidikan yang maju akan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembangunan dengan baik. Pendidikan yang baik tentunya memperhatikan paradigma pendidikan dari berbagai sudut pandang. Keragaman sudut pandang yang digunakan akan memperkaya terobosan-terobosan baru dalam pendidikan, sehingga pendidikan yang berkualitas dapat terwujudkan. 

B.     PARADIGMA BARU PENDIDIKAN 
1.      Menekankan pada proses pembelajaran
Pendidikan seharusnya lebih mengutamakan proses pembelajaran bukan hanya pada hasil. Pendidikan dengan mengedepankan proses pembelajaran akan membentuk pribadi yang bersemangat untuk selalu belajar. Bila hanya mengejar hasil, maka yang terjadi maka akan melakukan berbagai cara agar hasil dapat memuaskan. Keadaan ini terjadi dengan penyelenggaraan tes, ulangan, atau pun ujian. Pemangku kepentingan akan berusaha melakukan apapun untuk hasil maksimal. Pelaksanaan Ujian Nasional dengan berbagai pengamanan yang ketat dan berbagai kebocoran soal dan jawaban Ujian Nasional adalah bukti nyata, bahwa ada masalah serius di dunia pendidikan Indonesia, sehingga kejujuran terasa mahal.

2.      Proses berkelanjutan
Pendidikan di Indonesia dengan kurikulum yang sedemikian rupa, sudah seharusnya menekankan pendidikan yang berkelanjutan. Persiapan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan dan atau pun melanjutkan sekolah yang sempat terhenti (bila pernah berhenti sebelum lulus) akan lebih menggairahkan bagi peserta didik. Sistem kredit yang sudah ada hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebagai contoh, jika ada seorang peserta didik yang terpaksa drop out, maka dia berhak melanjutkan pendidikannya kapanpun sesuai dengan jenjang yang pernah dia tempuh sebelumnya. Berkaitan dengan teknis dilapangan maka tergantung dengan regulasi yang berlaku.
3.      Senantiasa berinteraksi dengan lingkungan
Lingkungan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, artinya pendidikan seharusnya benar-benar dirasakan dampaknya bagi kehidupan sehari-hari peserta didik. Pendidikan kontekstual disamping memudahkan guru dalam memberi pemahaman yang utuh, juga akan memberikan pengalaman belajar yang mendalam bagi peserta didik. Selain itu pendidikan diharapkan memberikan bekal nyata saat peserta didik terjun dilapangan secara langsung, bukan hanya karena ijasah, tetapi lebih kepada bekal ketrampilan.
4.      Pendidikan yang berbudaya
Indonesia merupakan negara yang sering berganti kurikulum. Kurikulum yang ada seringkali diadaptasi dari negara lain. Grand design pendidikan seharusnya dibentuk sehingga arah dan tujuan pendidikan jelas, sehingga kurikulum yang ada tetap pada mengacu ke grand design tersebut. Model kurikulum bisa saja mengadaptasi dari negara lain, akan tetapi “warna” Indonesia harus lebih ditekankan. Pendidikan yang berkebudayaan Indonesia haruslah yang menjadi jiwa pendidikan Indonesia, meskipun “baju kurikulum” hasil adaptasi dari negara lain.
5.      Pentingnya peran guru
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam pendidikan. Sebaik apapun kurikulum dibuat, namun jika guru yang melaksanakan pembelajaran tidak berubah, akan sama saja. Guru merupakan faktor penentu perubahan dalam pendidikan. Keteladanan akan lebih terasa bagi peserta didik daripada hanya pembelajaran biasa.

 6.      Pendidikan untuk semua/education for all
Angka drop out di Indonesia cukup tinggi. Berbagai alasan peserta didik drop out dikemukakan, dari ekonomi, menikah dini, mengikuti orang tua, dan lainnya. Selayaknya dilakukan suatu terobosan untuk menanggulangi hal ini. Peserta didik yang drop out, diberikan kesempatan untuk melanjutkan diwaktu yang lain sesuai dengan tingkat yang dia tinggalkan dulu.
7.      Harmonisasi pendidikan formal, informal, dan non formal
Pendidikan formal, informal, dan non formal, hendaknya bersinergi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Sinergi dapat diwujudkan dengan jalinan erat antara formal, in formal, dan non formal. Jalinan dapat terwujud melalui kegiatan kokurikuler atau pun ekstrakokurikuler. Komunikasi dan kerjasama harusnya erat terjalin.
8.      Transparan dan akuntabel
Transaparansi dan akuntabel tidak hanya dalam masalah pendanaan, tetapi juga dalam pembelajaran. Tuntutan nilai yang begitu tinggi dalam ujian, hendaknya tetap menunjukkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan demikian diharapkan pendidikan dapat mencerminkan kejujuran dari pendidik, peserta didik, orang tua/wali dan semua stake holder yang ada.
9.      Akreditasi
Diperlukan suatu badan akreditasi yang benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dilapangan. Suatu kebiasaan kurang baik yang dilakukan di Indonesia, meskipun tidak hanya di dunia pendidikan, bila suatu tempat atau pun institusi dikunjungi oleh pejabat, maka persiapan luar biasa terjadi. Keadaan tersebut terkesan mengada-ada, sehingga yang dikejar bukan lagi kualitas nyata dari institusi tersebut tetapi lebih kepada nilai akreditasi yang dicapai, namun setelah out put yang dihasilkan tetap saja tidak ada peningkatan kualitas nyata, selain (mungkin) dari segi nilai akademis dan prestasi formal saja.
10.  Pendidikan disesuaikan dengan minat, bakat, dan kecakapan
Pendidikan berdasarkan minat, bakat dan kecakapan belum terselenggara baik di Indonesia. Alangkah baiknya, peserta didik sedari kecil sudah dideteksi akan bakat, minat, dan kecakapannya, sehingga akan diarahkan ke sekolah yang sesuai dengan minat, bakat, dan kecakapannya tersebut. Pendidikan di Indonesia selama ini mengharuskan untuk menguasai semua hal, namun tidak mendalam. Keadaan akan berbeda bila sedari kecil peserta didik diarahkan sesuai dengan minat, bakat, dan kecakapannya.
11.  Pendidikan disesuaikan dengan tingkat penalaran
Sekolah di kota-kota besar di Indonesia sering kali tidak memperhatikan psikologis dan tingkat kematangan peserta didik. Sekolah membebani peserta didik dengan “kurikulum” yang tidak sesuai dengan perkembangan umurnya. Beberapa sekolah dasar di kota besar bahkan merasa “bangga” bila melaksanakan semacam tes masuk  berupa calistung (baca tulis hitung). Tentunya hal ini akan bertolak belakang dengan psikologi anak selaku peserta didik. Bahkan ditingkat taman kanak-kanak sudah diajari calistung, dengan alasan tuntutan pada tingkat selanjutnya. Masa anak-anak yang penuh keceriaan “dirampas” dengan dalih kemajuan. Seharusnya pembiasaan sikap dan nilai yang utama diterapkan, bukan beban “kurikulum”.

C.     PENUTUP
Paradigma baru pendidikan dapat diwujudkan bila penanggungjawab pendidikan di Indonesia dapat saling bekerja sama demi kemajuan pendidikan itu sendiri. Penanggungjawab pendidikan yang meliputi pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat, memiliki kemauan kuat untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan bermutu. Pembicaraan intesif diantara penanggungjawab akan dapat merealisasikan dengan lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA
¾    Paradigma Pendidikan Masa Depan. http://pakguruonline.pendidikan.net/wacana_pdd_frameset.html
¾    Problematika Dan Paradigma Baru Pendidikan Indonesia.http://luthfiyahnurlaela.wordpress.com/?s=paradigma
¾     Dilarang Tes Calistung Untuk Masuk SD. http://www.aktual.co/sosial/005051dilarang-tes-calistung-untuk-masuk-sd

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

Comments system