PARADIGMA
BARU PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Dwi Hatmoko
A. PENGANTAR
Pendidikan
merupakan salah satu jalan menuju kemajuan suatu negara. Pendidikan yang maju
akan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi pembangunan dengan baik. Pendidikan yang baik tentunya
memperhatikan paradigma pendidikan dari berbagai sudut pandang. Keragaman sudut
pandang yang digunakan akan memperkaya terobosan-terobosan baru dalam
pendidikan, sehingga pendidikan yang berkualitas dapat terwujudkan.
B. PARADIGMA
BARU PENDIDIKAN
1. Menekankan
pada proses pembelajaran
Pendidikan seharusnya lebih mengutamakan proses
pembelajaran bukan hanya pada hasil. Pendidikan dengan mengedepankan proses
pembelajaran akan membentuk pribadi yang bersemangat untuk selalu belajar. Bila
hanya mengejar hasil, maka yang terjadi maka akan melakukan berbagai cara agar
hasil dapat memuaskan. Keadaan ini terjadi dengan penyelenggaraan tes, ulangan,
atau pun ujian. Pemangku kepentingan akan berusaha melakukan apapun untuk hasil
maksimal. Pelaksanaan Ujian Nasional dengan berbagai pengamanan yang ketat dan
berbagai kebocoran soal dan jawaban Ujian Nasional adalah bukti nyata, bahwa
ada masalah serius di dunia pendidikan Indonesia, sehingga kejujuran terasa
mahal.
2. Proses
berkelanjutan
Pendidikan di Indonesia dengan kurikulum yang
sedemikian rupa, sudah seharusnya menekankan pendidikan yang berkelanjutan. Persiapan
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan dan atau pun melanjutkan sekolah
yang sempat terhenti (bila pernah berhenti sebelum lulus) akan lebih
menggairahkan bagi peserta didik. Sistem kredit yang sudah ada hendaknya
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebagai contoh, jika ada seorang peserta
didik yang terpaksa drop out, maka
dia berhak melanjutkan pendidikannya kapanpun sesuai dengan jenjang yang pernah
dia tempuh sebelumnya. Berkaitan dengan teknis dilapangan maka tergantung
dengan regulasi yang berlaku.
3. Senantiasa
berinteraksi dengan lingkungan
Lingkungan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan,
artinya pendidikan seharusnya benar-benar dirasakan dampaknya bagi kehidupan
sehari-hari peserta didik. Pendidikan kontekstual disamping memudahkan guru
dalam memberi pemahaman yang utuh, juga akan memberikan pengalaman belajar yang
mendalam bagi peserta didik. Selain itu pendidikan diharapkan memberikan bekal
nyata saat peserta didik terjun dilapangan secara langsung, bukan hanya karena
ijasah, tetapi lebih kepada bekal ketrampilan.
4. Pendidikan
yang berbudaya
Indonesia merupakan negara yang sering berganti
kurikulum. Kurikulum yang ada seringkali diadaptasi dari negara lain. Grand design pendidikan seharusnya
dibentuk sehingga arah dan tujuan pendidikan jelas, sehingga kurikulum yang ada
tetap pada mengacu ke grand design
tersebut. Model kurikulum bisa saja mengadaptasi dari negara lain, akan tetapi “warna”
Indonesia harus lebih ditekankan. Pendidikan yang berkebudayaan Indonesia
haruslah yang menjadi jiwa pendidikan Indonesia, meskipun “baju kurikulum”
hasil adaptasi dari negara lain.
5. Pentingnya
peran guru
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam
pendidikan. Sebaik apapun kurikulum dibuat, namun jika guru yang melaksanakan
pembelajaran tidak berubah, akan sama saja. Guru merupakan faktor penentu
perubahan dalam pendidikan. Keteladanan akan lebih terasa bagi peserta didik
daripada hanya pembelajaran biasa.
6. Pendidikan
untuk semua/education for all
Angka drop out
di Indonesia cukup tinggi. Berbagai alasan peserta didik drop out dikemukakan,
dari ekonomi, menikah dini, mengikuti orang tua, dan lainnya. Selayaknya dilakukan
suatu terobosan untuk menanggulangi hal ini. Peserta didik yang drop out, diberikan kesempatan untuk
melanjutkan diwaktu yang lain sesuai dengan tingkat yang dia tinggalkan dulu.
7. Harmonisasi
pendidikan formal, informal, dan non formal
Pendidikan formal, informal, dan non formal,
hendaknya bersinergi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Sinergi dapat
diwujudkan dengan jalinan erat antara formal, in formal, dan non formal. Jalinan
dapat terwujud melalui kegiatan kokurikuler atau pun ekstrakokurikuler. Komunikasi
dan kerjasama harusnya erat terjalin.
8. Transparan
dan akuntabel
Transaparansi dan akuntabel tidak hanya dalam
masalah pendanaan, tetapi juga dalam pembelajaran. Tuntutan nilai yang begitu
tinggi dalam ujian, hendaknya tetap menunjukkan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan demikian diharapkan pendidikan dapat mencerminkan kejujuran dari pendidik,
peserta didik, orang tua/wali dan semua stake
holder yang ada.
9. Akreditasi
Diperlukan suatu badan akreditasi yang benar-benar
menggambarkan keadaan sebenarnya dilapangan. Suatu kebiasaan kurang baik yang
dilakukan di Indonesia, meskipun tidak hanya di dunia pendidikan, bila suatu
tempat atau pun institusi dikunjungi oleh pejabat, maka persiapan luar biasa
terjadi. Keadaan tersebut terkesan mengada-ada, sehingga yang dikejar bukan
lagi kualitas nyata dari institusi tersebut tetapi lebih kepada nilai akreditasi
yang dicapai, namun setelah out put yang dihasilkan tetap saja tidak ada
peningkatan kualitas nyata, selain (mungkin) dari segi nilai akademis dan
prestasi formal saja.
10. Pendidikan
disesuaikan dengan minat, bakat, dan kecakapan
Pendidikan berdasarkan minat, bakat dan kecakapan
belum terselenggara baik di Indonesia. Alangkah baiknya, peserta didik sedari
kecil sudah dideteksi akan bakat, minat, dan kecakapannya, sehingga akan
diarahkan ke sekolah yang sesuai dengan minat, bakat, dan kecakapannya
tersebut. Pendidikan di Indonesia selama ini mengharuskan untuk menguasai semua
hal, namun tidak mendalam. Keadaan akan berbeda bila sedari kecil peserta didik
diarahkan sesuai dengan minat, bakat, dan kecakapannya.
11. Pendidikan
disesuaikan dengan tingkat penalaran
Sekolah di kota-kota besar di Indonesia sering kali
tidak memperhatikan psikologis dan tingkat kematangan peserta didik. Sekolah membebani
peserta didik dengan “kurikulum” yang tidak sesuai dengan perkembangan umurnya.
Beberapa sekolah dasar di kota besar bahkan merasa “bangga” bila melaksanakan
semacam tes masuk berupa calistung (baca tulis hitung). Tentunya hal
ini akan bertolak belakang dengan psikologi anak selaku peserta didik. Bahkan ditingkat
taman kanak-kanak sudah diajari calistung,
dengan alasan tuntutan pada tingkat selanjutnya. Masa anak-anak yang penuh
keceriaan “dirampas” dengan dalih kemajuan. Seharusnya pembiasaan sikap dan
nilai yang utama diterapkan, bukan beban “kurikulum”.
C. PENUTUP
Paradigma
baru pendidikan dapat diwujudkan bila penanggungjawab pendidikan di Indonesia
dapat saling bekerja sama demi kemajuan pendidikan itu sendiri. Penanggungjawab
pendidikan yang meliputi pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat,
memiliki kemauan kuat untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan bermutu. Pembicaraan
intesif diantara penanggungjawab akan dapat merealisasikan dengan lebih cepat.
DAFTAR
PUSTAKA
¾ Menggagas Paradigma Baru Pendidikan Indonesia. http://www.lombokita.com/blog-warga/menggagas-paradigma-baru-pendidikan-indonesia#.Uu-jUvuos6w
¾ Problematika Dan Paradigma Baru Pendidikan Indonesia.http://luthfiyahnurlaela.wordpress.com/?s=paradigma
¾
Dilarang Tes
Calistung Untuk Masuk SD. http://www.aktual.co/sosial/005051dilarang-tes-calistung-untuk-masuk-sd
¾
Pendidikan
Indonesia Harus Belajar dari Finlandia. http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/09/3/187254/Pendidikan-Indonesia-Harus-Belajar-dari-Finlandia
¾
Siswa SMA Dikelompokkan Sesuai Minat, Bukan Jurusan. http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/07/1041369/Siswa.SMA.Dikelompokkan.Sesuai.Minat.Bukan.Jurusan
¾ Mendidik Anak Berdasarkan Minat. http://www.harianhaluan.com/index.php/anak-a-keluarga/3451-mendidik-anak-berdasarkan-minat
No comments:
Post a Comment