Thursday, 25 November 2010

Babad Tanah Jawi (Jawa) dan Kontroversi tentangnya

Babad Tanah Jawi merupakan suatu karya sejarah yang ditulis diabad 18. Terdapat dua versi Babad Tanah Jawa, yaitu versi yang ditulis Carik Braja atas perintah "tuannya", yaitu Sunan Pakubuwono III, dan versi yang lain yaitu dari Pangeran Adilangu II. Terlepas dari perbedaan diantara keduanya, saya hanya ingin menyoroti berbagai kontroversi yang melingkupi penafsiran tentang babad tersebut. Adapun kontroversi yang saya ulas antara lain :




  • Saratnya unsur mistis Babad Tanah Jawi (hal diluar akal)


Generasi pada masa kini bila membaca Babad Tanah Jawi (Jawa) tentunya akan bertanya tentang keaslian isinya, bahkan yang lebih ekstrim lagi menganggapnya hanya sebuah karangan fiksi di masa itu. Keadaan ini dapat terus terjadi jika tidak ada hasil penelitian tentang latar belakang sosial kemasyarakatan masa itu termasuk pula dalam bidang religi dan kepercayaan.  Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dengan unsur mistis/gaib, bahkan agama yang ada dimasa sekarang ini pun mengakui tentang hal gaib.


Begitu pula masyarakat Jawa, dari masa dulu hingga sekarang masih percaya tentang hal gaib, karena memang begitu pula yang diajarkan baik dalam filosofi budayanya maupun agama yang dianutnya. Sehingga jika dalam Babad Tanah Jawi (Jawa) dimuat berbagai hal yang sifatnya gaib/mistis maka haruslah dilihat sebagai deskripsi/gambaran masyarakat masa itu yang begitu kuat dalam hal kepercayaan. Disamping sebagai penggambaran tentang kuatnya kepercayaan yang dianut, sebaiknya juga dilihat sebagai upaya "simbolisasi" tentang kejadian nyata yang (mungkin) tabu untuk diceritakan secara utuh, mengingat filosofi Jawa "mikul duwur mendhem jero". Artinya, kebenaran memang haruslah ditegakkan tetapi jangan sampai merendahkan orang salah yang dimaksud, walaupun dalam kenyataan bisa dibalik pemaknaannya. Dibalik pemaknaannya berarti benar-benar menjatuhkan, bila tidak pintar memaknainya. Sama seperti didalam bahasa Indonesia, dikenal adanya majas, baik yang berupa hiperbola, ironi, sinisme, ameliorasi, maupun peyorasi, begitu pula didalam Babad Tanah Jawi. Jadi untuk memahaminya perlu mencari  makna sesungguhnya dari "simbol" yang berupa kejadian diluar akal manusia tersebut dengan kejadian yang mungkin terjadi atau bahkan kejadian sebaliknya dari kejadian tersebut.




  • Geneokologi Raja Mataram yang begitu lengkap (diawali dari nabi Adam A.s )


Daftar silsilah raja Mataram yang dimuat dalam amatlah lengkap, diawali dari Nabi Adam A.s, kemudian mencapai garis keturunan Pandawa, sampai dengan kepada raja Mataram sendiri. Geneokologi yang begitu "menakjubkan" (bagi saya mendekati mustahil) hanya akan menampilkan sesuatu yang hendak disembunyikan (atau hendak ditutup-tutupi?). Pemunculan daftar silsilah, sering dimaksudkan sebagai legitimasi akan sesuatu. Legitimasi ini dimaksudkan agar rakyat yang diperintah merasa percaya bahwa raja yang ada adalah sah, dimata hukum manusia dan hukum Yang Maha Kuasa.


Beberapa raja yang sengaja menampilkan daftar silsilah biasanya bukan penguasa sah yang sengaja mencari pengesahan atas dirinya sendiri. Raja-raja tersebut diantaranya Sri Maharaja Dyah Balitung (raja Mataram Kuno yang ternyata menjadi raja dari hasil perkawinan), Balaputradewa (raja Sriwijaya yang menghubungkan dengan Dinasti Syailendra yang waktu itu merupakan penguasa nusantara), dan masih banyak lagi. Hal ini sengaja dilakukan agar tidak ada pemberontakan dikemudian hari yang disebabkan adanya "perasaan tidak sah menjadi raja" diantara pengikut dan rakyatnya. Hal ini terjadi saat adanya "pemberontakan" Trunojoyo kepada Mataram, yang menyebutkan bahwa pendiri Mataram hanyalah keturunan petani (jika ini benar maka makna "panembahan kuwi dudu ratu nanging kuasane koyo ratu" agaknya mendekati kebenaran).




  • Pencitraan buruk terhadap proses Islamisasi (khususnya era Demak)


Dalam Babad Tanah Jawi (Jawa) era Demak dicitrakan begitu jelek. Dalam diri saya bertanya, ada apa dibalik semua itu. Ternyata bila ditelusur lebih jauh, dimasa Mataram muncul ketakutan akan kembalinya hegemoni kekuatan maritim nusantara dibawah Demak, yang memang merupakan garis sah kekuasaan jika dilihat dari hierarki Majapahit. Untuk meredam "new emerging force" maka perlu pencitraan jelek (bahasa sekarang ini adalah kampanye hitam alias "black campaign") disamping penyiapan secara militer. Pencitraan jelek yang ada antara lain durhakanya pendiri Demak karena menyerang ayahnya sendiri, padahal kenyataannya Demak berusaha mengamankan haknya karena sesuai dengan hasil musyawarah Dewan Sapta Prabu karena kekosongan kekuasaan dan usaha kudeta oleh Girindrawardhana. Sisi pengamanan hak ini sengaja tidak diungkapkan oleh Babad Tanah Jawi (Jawa) karena akan mengurangi (atau bahkan menghilangkan) legitimasinya. Dimasa Demak juga masih menganut sistem pemerintahan Majapahit meskipun dengan citarasa Islam. Penggunaan sistem Majapahit ini selain untuk memperkuat legitimasinya juga untuk menjaga keutuhan wilayah yang diwarisi dari Majapahit, berupa sistem federal dan lain sebagainya. Dibuktikan bila Majapahit menggunakan Dewan Sapta Prabu sebagai Dewan Penasihat Raja, maka dimasa Demak, Dewan Penasihat Raja diwakili oleh Dewan Wali. Kontras sekali dengan keadaan Mataram yang menunjukkan "estat is moi" karena tanpa adanya Dewan Pertimbangan/dewan penasihat, karena begitu besarnya kekuasaan panembahan.

Tuesday, 2 November 2010

Bersikap Lokal Berwawasan Global

Bersikap lokal berwawasan global agaknya harus benar-benar diterapkan dalam pendidikan di Indonesia. Dalam artian bukan hanya diatas kertas dalam bentuk KTSP, namun berusaha mengangkat potensi yang ada di dalam diri siswa. Penulis teringat akan semboyan Ki Hajar Dewantara, "ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Bila diterapkan benar, Insya Allah, siswa dapat berhasil dalam hidup, karena ukuran kepuasan dalam diri seorang pendidik adalah bila melihat siswa didiknya berhasil dalam hidupnya kelak. Praktisnya setiap pendidik haruslah mampu menggali kemauan, kemampuan, dan ketekunan dari peserta didiknya.


Apabila dihubungkan dengan sikap lokal wawasan global maka akan diperoleh peserta didik yang tidak hanya memegang teguh nilai-nilai tradisi tetapi tidak akan ketinggalan dalam modernisasi. Modernisasi yang merupakan transformasi ke arah kemajuan diharapkan dapat diterapkan dengan nuansa lokal. Keadaan tersebut merupakan senjata dalam menyaring budaya asing yang masuk secara terbuka akibat globalisasi. Misalnya, ada seorang anak yang memiliki hobi memelihara burung, maka diarahkan untuk tidak hanya memelihara tetapi untuk menangkarkannya sehingga memiliki nilai lebih dan mendorongnya untuk belajar lebih banyak lagi tentang hobinya tersebut, baik dari media cetak maupun dari internet atau bahkan lebih jauh lagi mendorong munculnya komunitas pecinta burung di internet. Contoh lain adalah anak yang begitu hobi dengan situs jejaring sosial, dapat diarahkan untuk menampilkan hasil karyanya di jejaring sosial tersebut, sehingga diharapkan dia mendapatkan sisi positif dari kegiatannya itu. Hasil karya yang berupa benda maupun seni (misalnya musik, suara, maupun nyanyi).


Menampilkan hasil karya di media internet merupakan usaha mempromosikan ke dunia luar seiring dengan globalisasi yang tidak mungkin untuk dihindari. Globalisasi merupakan sesuatu hal yang pasti, tinggal kita dalam menyikapi dan memanfaatkannya. Sikap lokal yang arif tetapi berwawasan global diharapkan membawa kemajuan dan memberi bekal kepada anak didik dikemudian hari. Majulah anak-anak bangsa, raih sukses di berbagai bidang. Amien


 

Kalikajar Pusat Duku di Purbalingga

Desa Kalikajar yang berada di bagian tenggara Purbalingga merupakan profil sebuah desa kecil yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Desa yang berada di kecamatan Kaligondang ini berbatasan dengan desa Penaruban, desa Kembaran Wetan, Desa Slinga, dan Desa Sempor, bagi masyarakat Purbalingga dikenal dengan produksi buah Duku nya yang manis. Kualitas duku yang cukup bagus menjadikan pohon duku merupakan aset berharga bagi warga desa tersebut, dengan kualitas yang bagus tersebut itulah membuat harga duku asli Kalikajar lebih tinggi dari duku yang lainnya. Ibarat kata, jalan atau bangunan di desa tersebut mengikuti pohon duku yang ada, karena ada perasaan "sayang atau eman-eman" bila harus menebang pohon duku, meskipun untuk "menunggu" pohon duku berbuah dibutuhkan waktu yang cukup lama (walau berasal dari cangkok).


Penulis membuktikan memang benar duku asli dari Kalikajar berbeda dengan duku dari daerah lain. Istilahnya serupa tapi tak sama. Berikut ciri-ciri dari duku asli Kalikajar :




  1. Kulit lunak, bila dipijit mudah, karena kulitnya tipis

  2. Isi buah bening, tidak keruh seperti susu

  3. Rasa manis


Pasar "dadakan" atau "tiban" disepanjang jalan Purbalingga-Pengadegan via Kalikajar selalu ada bila musim buah duku. Hal ini terjadi jika produksi buah Duku sedang melimpah. Namun apabila produksi tidak begitu banyak, misalnya karena curah hujan yang tinggi sehingga merontokkan bakal buah, maka pasar "tiban" tidak ada, jikalaupun ada hanya sedikit pedagang yang berjualan dan juga tidak lama usia pasar "tiban" tersebut (paling-paling tidak lebih dari 3 bulan). Disamping susahnya suplai buah duku, juga dikarenakan banyak buah duku Kalikajar yang dikirim ke luar kota.


Selamat mencoba kemanisan duku asli Kalikajar.

Friday, 24 September 2010

Kekerabatan Masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang kuat dalam sistem kekerabatan meskipun hal tersebut tidak diwujudkan ke dalam penyematan nama keluarga dibelakang nama pribadi para anggota masyarakatnya. Sistem kekerabatan Jawa dapat dilihat dari urutan generasi, dimulai dari tingkat anak, keatas yaitu cucu-buyut-canggah-wareng-udek udek-gantung siwur-galih asem-debog bosok. Hierarki generasi bagi masyarakat Jawa benar-benar diperhatikan. 
Selain hierarki , kuatnya sistem kekerabatan masyarakat Jawa diantaranya terlihat dalam :
  • Upacara Kehamilan
Sejak masih dalam kandungan, kekerabatan sudah mulai dijalin. Selamatan 4 bulan kehamilan, kemudian ada juga mitoni (7 bulan) sampai dengan kelahiran, dan lainnya, semua diadakan upacara/selamatan. Hal ini membuktikan bahwa, minimal dalam keluarga, ikatan batin diantara anggota keluarga demikian kuat. Keadaan ini terus berlanjut sampai dengan dewasa.

Tuesday, 7 September 2010

Kisah Walisongo dalam Ilmu Modern

Dalam budaya Jawa, bahkan didalam Studi Sejarah di Indonesia, khususnya tentang Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, dalam hal ini Jawa, maka tidak terpisahkan tentang kisah Walisongo. Walisongo merupakan salah satu penyebar dan pengembang agama Islam di Jawa. Bila dalam film dan  "folklore" (cerita rakyat), seringkali digambarkan dengan berbagai macam kesaktian dan unsur mistis yang kuat. Unsur mistis yang kuat nampaknya tidak bisa dipisahkan dari alam pemikiran masyarakat masa lalu yang memang kental dengan suasana rohani yang kuat, disamping masih terbawa budaya masa sebelumnya.


Seiring dengan perkembangan zaman, maka hendaknya dalam memunculkan kisah Walisongo ke bentuk film atau pun lainnya sebaiknya diikuti dengan logika-logika penalaran dan hasil penelitian ilmiah. Hal ini penting karena, generasi muda sekarang berpikir lebih kritis, sehingga diharapkan film atau pun kisah lainnya tentang Walisongo bukan dianggap sebagai alat penghibur saja, melainkan mendapatkan nilai-nilai ilmiah yang dapat dimengerti secara logis empiris. Selama ini yang dimunculkan dalam kisah Walisongo, yang di film kan atau karya yang lain,  (sepertinya) hanya didasarkan pada folklore (cerita rakyat)  semata.


Kesimpulan ini saya ambil setelah melihat berbagai versi film atau karya lain tentang Walisongo. Berikut adegan yang terasa "agak" janggal :




  1. Terjadi pertemuan antar anggota Walisongo dalam satu waktu dan tempat. Padahal dari anggota Walisongo ke-1 hingga ke-9, tidak hidup dalam satu masa, hanya beberapa yang hidup dalam satu masa.

  2. Penggunaan semacam alat (tasbih, dsb)  yang kemudian menjadi "semacam pusaka". Hal ini sangat bertentangan dengan Islam, sehingga tidak mungkin mereka mengingkari ajaran yang mereka sebarkan sendiri.

  3. Penggunaan semacam "magic" dalam menampilkan sesuatu. Misalnya dalam pembangunan sesuatu.Alangkah baiknya bila ditelaah dengan keilmuan modern, karena Islam tidak pernah bertentangan dengan ilmu ilmiah modern.

  4. Cerita yang sepertinya melebih-lebihkan, dapat membahayakan karena dianggap sakti sehingga dikhawatirkan muncul semacam kultus.


Berdasarkan kesimpulan tersebut, saya jadi sedikit membandingkan dengan kisah dalam Pararaton (Katutunira Ken Arok). Kisah tersebut memang mengandung kebenaran, namun unsur mistis dan hal diluar logika sangat kental. Hanya saja bila diteliti lebih lanjut maka akan tersusun suatu kisah sejarah yang bila di hadapkan dengan bukti sejarah lainnya (di "cross chek") maka ada kebenarannya.


Berangkat dari hal tersebut, agaknya sangat bagus untuk menampilkan kisah Walisongo yang sudah disesuaikan dengan penelitian ilmiah. Saya kira banyak peneliti, baik dari Indonesia maupun luar negeri, yang meneliti perkembangan Islam, termasuk tentang aspek Kesejarahan Walisongo. Saya salut dengan penelitian (alm) Slamet Muljana tentang Walisongo. Beliau berani mengangkat tentang peran etnis Tionghoa dan campuran Tionghoa-Jawa dalam Walisongo, yang mungkin bila diangkat kedalam film atau pun karya yang lain, akan membuat kehebohan (tentang hal ini perlu penelitian lebih lanjut). Meskipun ada juga pendapat lain dari ahli sejarah yang mengatakan bahwa Babad atau Epos yang banyak sekali uraian di luar akal sehat seharusnya dilihat sebagai "lambang atau perlambang", sehingga dapat dilihat dengan jelas ada apa dibalik pengisahan yang demikian itu. Hal ini mengingat orang Jawa sangat kental dengan "lambang atau simbol" tertentu. Didalam kehidupan orang Jawa, tidak pernah lepas dari "simbol" yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya adalah hal-hal tertentu yang dianggap tabu (Jawa = ora ilok, tidak boleh ; Sunda = pamali) tetapi tetap harus disampaikan meskipun dengan "simbol atau lambang" tertentu. Kiranya sumber sejarah (baik Babad, Epos, atau Hikayat) yang dipakai dalam karya sejarah atau film berlatar sejarah lebih baik bila sudah diteliti secara kritis terlebih dahulu, mengingat pemakaian "simbol atau lambang" oleh orang Jawa masa lalu, bahkan sampai sekarang, kadang menyesatkan jika hanya diterima secara mentah-mentah.


Selanjutnya, penggunaan unsur "magic" dalam adegan film atau karya lain, lebih baik dikurangi atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan sesuatu yang masuk akal. Misalnya, pembuatan Masjid Agung Demak, dengan "soko tatal", harusnya disesuaikan dengan budaya maritim Indonesia, bahwa tiang kapal dengan menggunakan kayu kecil yang disatukan lebih kuat dari kayu utuh. Apabila dilihat dari "simbol atau lambang" yang dimaksud diatas, kiranya  bisa diinterpretasikan sebagai simbol persatuan dimasa awal-awal Islam atau juga sebagai upaya gotong royong dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian diharapkan kisah Walisongo akan diterima bukan hanya sebagai cerita rakyat semata, tetapi terbukti dalam segi ilmiah.


Semoga dapat menambah informasi bagi semua. Amien


 


 

Sunday, 29 August 2010

Semangat Pemuda Generasi Penerus Bangsa

Melihat perkembangan pemuda akhir-akhir ini membuat miris dan prihatin. Mentalitas yang banyak memikirkan hal yang instant semakin membuat mereka terlena, padahal dalam mewujudkan impian dan cita-cita mereka dibutuhkan cucuran keringat usaha dan doa. Suatu hari saya menanyakan kepada beberapa anak didik tentang impian mereka, karena bagi saya cita-cita diawali dari mimpi yang ingin diwujudkan. Jawaban yang saya dapatkan adalah "wah ndak ada itu Pak", atau "hehehhehe.....apa ya....? sambil balik bertanya".  Berbeda sekali dengan masa dahulu, sekitar 10 tahun lalu, pasti sebagian besar ada jawaban, misalnya "jadi pengusaha krupuk", "jadi dokter", dan lainnya. Jawaban yang tegas dan lugas segera tersaji, meskipun jika ditelusur lebih lanjut tentang usaha dan doa yang sudah dilakukan masih perlu dikaji lagi. Walau demikian patut dihargai akan cita-cita mereka.


Ketegasan dalam memiliki cita-cita mengundang kekaguman tersendiri, karena cita-cita merupakan impian yang nantinya diwujudkan, merupakan arah dan tujuan sehingga dalam perjalanan hidupnya tidak terasa hampa. Adapun yang tidak (bagi saya belum) memiliki cita-cita atau impian untuk diwujudkan haruslah terus mendapat bimbingan. Keadaan tersebut  mungkin dikarenakan cita-cita setinggi langit yang dipunya terasa susah untuk dicapai secara logika mereka. Kesusahan yang dipikirkan mereka itu diantaranya perasaan minder dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya yang melingkupi dirinya dan keluarganya.


Bagi mereka yang belum memiliki impian untuk diwujudkan (baca : cita-cita) karena keadaan demikian haruslah dibimbing oleh orang-orang disekitarnya untuk diarahkan kepada pengembangan hoby dan bakatnya. Pemberian motivasi berupa segala sesuatu tidaklah instan, seperti apa yang disajikan dalam sebagian besar sinetron Indonesia. Misalnya saja, anak didik dengan kemampuan melukis, bisa diarahkan dan dimotivasi menjadi seorang pelukis, bengkel modifikasi motor (reparasi cat mobil), sablon, dan lainnya. Intinya adalah sesuatu yang simpel namun dapat menjadi modal hidupnya dikemudian hari.


Bimbingan juga akan berbeda kepada mereka yang sudah mendapat "fasilitas" dalam kehidupannya namun belum memiliki apa yang di cita-citakan nya kelak. Pendekatan secara intensif agaknya cukup membantu "membangunkan" dirinya. Hal ini dibutuhkan karena bagi mereka yang telah mendapatkan "fasilitas" dalam hidupnya cenderung kepada pemikiran instant. Keadaan tersebut tentu akan berbahaya jika diteruskan, karena kehidupan nyata sangat berat dan jauh dari bayangan mereka selama ini. Selain "fasilitas" yang membius, juga karena beberapa media yang cenderung mengedepankan kehidupan glamour, dan gaya hedonis serta kapitalisme yang begitu kuat masuk kedalam masyarakat kita.



 

Thursday, 29 July 2010

Studi Lapangan di Karangsambung-Kebumen

Laboratorium alam Karangsambung memang menarik untuk dikunjungi. Laboratorium alam yang dikelola oleh LIPI ini merupakan tempat studi tentang geologi. Koleksi yang komplit dari berbagai lapisan batuan terdapat disini, baik yang masih dialam maupun yang sudah dibawa untuk dipamerkan di museum geologinya.


Berlokasi di desa Karangsambung, kecamatan Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, dengan kondisi alam yang masih asri membuat pengunjung betah untuk menikmati wisata keilmuan, khususnya geologi. Keadaan itu pula yang penulis temui saat berkunjung ke sana beberapa waktu lalu. Namun jalan untuk mencapai laboratorium tersebut tidaklah mudah, apalagi jika berkunjung secara rombongan menggunakan bis ukuran besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi jalan yang sempit, dengan disisi kanan dan kiri adalah sungai, areal persawahan, maupun tebing.


Penulis yang juga mengikuti kegiatan Studi Lapangan yang diselenggarakan oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (MGMP IPS) Kabupaten Purbalingga, merasakan betapa sulitnya jalan yang dilalui, karena memang badan jalan yang sempit.Perjalanan yang tidak begitu jauh dari kota Kebumen, harus ditempuh lebih dari 45 menit.  Ibarat kata, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.


Laboratorium alam tersebut, selain sebagai tempat penelitian para ilmuwan geologi dan mahasiswa, juga sebagai tempat wisata menarik yang mengandung banyak hal yang bisa dipelajari. Selain itu, bagi para pendidik juga baik untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam mengajar, bahkan bisa pula membawa peserta didiknya langsung melihat dan mempelajari pembentukan bumi dilihat dari geologi. Berangkat dari banyak manfaat yang diambil itulah para guru yang tergabung dalam MGMP IPS Kabupaten Purbalingga mengadakan Studi Lapangan ke Laboratorium Alam Karangsambung.


[slideshow]


 


 


 

Wednesday, 19 May 2010

Pertanian Tradisional, Modern, dan Pemuda

Dewasa ini pertanian di Indonesia demikian majunya dalam hal penggunaan teknologi pertanian. Keadaan ini terlihat dari banyaknya pemakaian mesin-mesin pertanian, pupuk buatan, dan juga penanganan pasca panen. Di daerah Purbalingga saja sekarang ini sangat sulit dijumpai petani yang menggunakan bajak tradisional yang ditarik dengan hewan ternak, yang biasanya kerbau atau sapi. Nampaknya modernisasi pertanian begitu terasa di Purbalingga, meskipun belum seluruhnya karena dalam menangani panen (meskipun sudah menggunakan mesin) masih banyak menggunakan tenaga manusia, begitu pula dalam hal lainnya.


Mekanisasi pertanian tidak bisa dihindari karena memang semakin maju perkembangan teknologi, dan juga semakin sedikitnya tenaga kerja dibidang ini. Pemuda yang merupakan usia produktif tenaga kerja lebih banyak memilih pekerjaan selain bidang pertanian karena dipandang lebih "bergengsi" untuk bekerja disektor selain pertanian. Asumsi ini sebenarnya dapat diubah bila pemerintah dan masyarakat lebih mengembangkan industri pengolahan hasil bumi dan teknologi hasil pertanian lainnya. Penyerapan akan hasil panen akan lebih maksimal dan mendorong tenaga produktif (para pemuda) untuk lebih giat lagi memajukan pertanian yang ada. Selain itu kebijakan yang lebih pro-rakyat, dalam hal ini baik pemberdayaan SDM (petani dan penyuluh) maupun sarana dan prasarana pertanian, diharapkan dapat mengangkat kehidupan petani, sehingga kalangan muda tidak lagi melihat sektor pertanian dengan sebelah mata, akan tetapi berubah menjadi pandangan bahwa sektor tersebut menjajikan dikemudian hari.


Disamping itu, perlu adanya terobosan baru berupa wisata pertanian, yang dibuat paket wisata yang menarik dan menantang bagi pengunjung. Hal ini diharapkan, petani tidak hanya menggantungkan nasib dari hasil panen saja tetapi juga hal lainnya, berupa "fee" dari wisata tersebut.


Semoga tulisan ini memberikan ide yang lebih maju lagi dari semua pihak yang bersimpati pada pertanian kita, karena sejak dulu hingga sekarang, pelajaran disekolah-sekolah selalu memberikan informasi bahwa kita adalah bangsa Agaris-Maritim. Sudahkah kita memajukannya ?


 


 


 


 

Wednesday, 21 April 2010

Pasar “Badog” pusat makanan tradisional

Pasar “Badog” itulah nama sebuah pasar yang ada di sudut kota Purbalingga. Penyebutan nama “Badog” sebenarnya hanya istilah yang diberikan oleh para pembeli yang sebagian besar merupakan pembeli yang sekedar mampir, meskipun juga banyak juga pembeli tetap. Pasar ini bernama asli Pasar Bancar, karena berada diwilayah kelurahan Bancar, merupakan pasar tradisional yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga.


Adapun pemberian nama “Badog” oleh para pembeli, bahkan sekarang lebih terkenal nama “Badog” daripada nama aslinya, berasal dari banyaknya makanan kecil yang dijajakan. Sebagian besar makanan yang dijajakan merupakan makanan tradisional yang enak, bergizi, murah, dan beraneka ragam. Kata “Badog” tersebut berasal dari bahasa Jawa Banyumasan, meskipun sebenarnya agak kasar, bila menganut hierarki bahasa Jawa.


Jika ditilik dari arti , “Badog” memiliki arti makanan atau makan (“mbadog” = makan). Pasar yang merupakan jenis pasar harian ini, artinya setiap hari ada kegiatan jual beli, akan semakin ramai pada hari minggu. Pada hari minggu sebagian besar warga yang melakukan kegiatan olah raga pagi sering menyempatkan diri untuk mampir di pasar “Badog” untuk membeli makanan selepas melakukan aktifitas olah raga. Meskipun demikian tidak sedikit juga para pembeli yang memang sengaja datang dari rumah untuk sekedar jalan-jalan melihat keramaian pasar sambil mencari makanan kecil yang diinginkan.


Keramaian pasar “Badog” tidaklah lama, karena menjelang siang, sekitar pukul 10.00 WIB, pembeli banyak berkurang, bahkan penjual pun sudah mulai menata barang dagangan yang tersisa untuk dibawa pulang kembali. Sehingga jika akan mencari makanan tradisional lebih baik datang ke sana sebelum jam 10.00 WIB, namun juga jangan terlalu pagi, karena pasar akan mulai ramai dan komplit makanan yang dijajakan sekitar pukul 06.00 WIB.


Pasar yang memiliki potensi wisata ini semoga lebih mendapat perhatian dari pemerintah setempat untuk lebih menata keadaan pasar agar lebih baik lagi. Keberadaan pasar tersebut sangat penting sebagai penggerak roda ekonomi rakyat, juga sebagai tempat pelestarian makanan tradisional, khususnya makanan tradisional Purbalingga


[slideshow]

Kya-Kya Mayong tempat santap yang mantap

Purbalingga juga memiliki pusat kuliner rakyat yang ada di Kya-Kya Mayong. Berbeda dengan pasar “Badog” yang letaknya disudut kota dan ramai di pagi hari, maka Kya-Kya Mayong terletak dipusat kota dan aktifitas dimulai sore hari sampai dengan malam/dini hari. Bila dilihat dari jenis makanan yang dijajakan juga lebih kompleks Kya-Kya Mayong. Kuliner yang ditawarkan cenderung makanan berat, sesuai dengan waktu aktifitas. Biasanya aktifitas sore hingga malam lebih banyak ditawarkan hidangan untuk makan malam.


Kya-Kya Mayong yang terletak dipusat kota, menempati suatu jalan yang kurang lebih panjangnya sekitar 500 meter di Jalan Wirasaba. Letak yang berada di tengah kota dan tepat berada didepan Gelora Mahesa Jenar, yang sering digunakan untuk suatu pameran atau pertunjukkan, menjadikan Kya-Kya Mayong terlihat lebih ramai dibanding pasar “Badog”, disamping waktu aktifitas yang lebih lama.


Meskipun diramaikan dengan pedagang makanan dimalam hari, namun dipagi hari keadaan sudah kembali rapi, sedangkan kebersihan memang sudah terjaga dengan sendirinya oleh pengunjung dan penjual makanan yang ada. Kerapian dan kebersihan di kawasan ini memang jadi kunci tersendiri dalam menarik pembeli.


[gallery columns="2"]

Sunday, 18 April 2010

Alun-Alun Purbalingga

Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, khususnya di Jawa, yang memegang konsep "Kiblat Papat Lima Pancer" dalam tata kota. Maksud Kiblat Papat, atau Kiblat empat adalah bahwa pusat kota biasanya terdiri dari pusat ibadah (sebelah Barat), pemerintahan (sebelah selatan), pasar/perekonomian (sebelah timur), dan pertahanan/keprajuritan (sebelah utara), sedangkan Lima Pancer adalah alun-alun/lapangan yang berada ditengah sebagai pusat tempat berkumpul. Konsep ini banyak dianut oleh sebagian besar kota di Indonessia, khususnya di Jawa, meskipun tidak kaku, artinya kadang posisi saling bertukar, kecuali alun-alun dan pusat ibadah, sedang bagian pertahanan/keprajuritan untuk sekarang ini terganti oleh Lembaga Pemasyarakatan.


Di Purbalingga, yang juga menganut konsep Kiblat Papat Lima Pancer ini, menempatkan pusat pemerintahan di sebelah Utara, perekonomian/pertokoan di sebelah selatan, dan Lembaga Pemasyarakatan di sebelah timur. Alun-alun yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dan public area, benar berfungsi sebagai mana adanya. Hal ini terlihat dari ramainya warga yang berwisata murah meriah disana.


Keramaian alun-alun Purbalingga sangat terasa menjelang sore hingga malam hari, khususnya di akhir pekan. Pengunjung pun dimanjakan dengan berbagai kuliner khas Purbalingga, berbagai permainan anak-anak (karena sebagian besar pengunjung adalah keluarga yang membawa anak kecil). Demi kenyamanan-kebersihan pengunjung, pemerintah kabupaten Purbalingga, menerapkan aturan untuk setiap pedagang hanya bisa menjajakan dagangan di sore hingga malam, selain itu pembangunan toliet di sudut-sudut alun-alun. Kebersihan yang mengundang kenyamanan sangat dijaga oleh pemerintah juga warganya. Tempat sampah yang disediakan benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya.


Alun-alun sebagai public area tidaklah cukup mampu untuk menampung minat warga untuk berekreasi murah, mengingat luasnya yang terbatas. menghadapi keadaan yang demikian, pemerintah sudah menanggapi dengan membangun dan mengkondisikan dua tempat (untuk sementara ini, semoga dikemudian hari bertambah), yaitu halaman Stadion Goentoer Darjono, dan Taman Kota yang didirikan dibekas pasar kota. Public area merupakan sarana warga masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain disamping memiliki keuntungan lain dari segi ekonomi, baik melalui perdagangan maupun wisata.


[gallery columns="2"]

 


 

Hutan Wisata di Desa Serang

Berada di ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut membuat kawasan hutan wisata Serang memiliki udara yang sejuk dan segar. Lingkungan yang alami, jauh dari polusi dan kebisingan kota benar-benar membuat kawasan ini memberikan ketenangan tersendiri. Lokasi yang tidak jauh dari perkebunan strawberry dan pos pendakian Gunung Slamet menjadikan hutan wisata ini sangat strategis untuk persinggahan baik sebelum maupun sesudah berwisata di Perkebunan Strawberry atau mendaki Gunung Slamet.

Jalan yang menanjak dan berliku membuat pengunjung harus berhati-hati jika mengunjungi tempat ini. Selain itu kabut dan jalan licin karena hujan merupakan tantangan tersendiri bagi pengunjung yang belum terbiasa dengan perjalanan disekitar pegunungan. Kabut dan hujan adalah hal biasa untuk daerah pegunungan seperti hutan wisata Serang.

[gallery]

Saturday, 10 April 2010

Purbalingga dalam Kesejarahan Indonesia

Purbalingga merupakan sebuah kabupaten di propinsi Jawa Tengah. Secara geografis berbatasan dengan kabupaten Banyumas, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Pekalongan. Dari segi sejarah, Purbalingga belum lah sehebat daerah lain, misalnya Magelang dengan Borobudurnya, Yogyakarta dengan keraton dan candi Hindu-Buddha nya. Meskipun demikian, bila ditelusur lebih jauh, Purbalingga sebenarnya mempunyai potensi besar karena terdapat peninggalan sejarah yang relatif komplit dari masa prasejarah sampai dengan masa kolonialisme Barat di Indonesia.


 


Purbalingga dimasa Prasejarah


Purbalingga memiliki beberapa situs prasejarah. Diantara yang pernah ditemukan adalah menhir dan "bengkel"  pembuatan benda-benda (semacam perhiasan batu dsb) dimasa Neolitikhum, Punden berundak, dan lainnya. Beberapa benda yang pernah ditemukan ada yang terdapat di "Museum Terbuka", artinya masih dilokasi aslinya, dan ada yang sudah dibawa ke Museum yang sebenarnya. Menhir yang terdapat di Purbalingga agak berbeda dengan umumnya menhir yang ada, yaitu adanya istilah menhir "lanang-wadon" atau "pria-wanita" dan menhir yang berada diposisi miring ke arah gunung yang terdekat.  Adanya menhir "lanang-wadon" karena menhir biasanya sepasang dengan letak berimpitan yang pendek seperti berada di bawah yang lebih besar, seperti menahan beban yang lebih besar.


 


Purbalingga di masa Kerajaan Hindu-Buddha


Diakui memang  belum pernah ditemukan jejak kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri di Purbalingga. Meski pun demikian banyak ditemukan sisa-sisa pemujaan yang bernafaskan Hindu. Penemuan Lingga-Yoni merupakan hal yang paling sering ditemukan di Purbalingga, baik didaerah yang bertopografi pegunungan maupun yang lebih rendah. Ada satu model Lingga-Yoni yangbisa dianggap lain dengan yang lain, karena berbentuk telur (masyarakat sekitar menyebutnya "watu ndog" atau batu telur).  Lingga dianggap dari batu yang berbentuk telur, sedang yoni adalah batu yang menjadi alas atau "wadah" nya (wadah = tempat).


Disamping Lingga-Yoni juga terdapat sebuah prasasti yang tertulis di sebuah batu besar, diperkirakan berasal dari abad VII-VIII M. Berdasarkan terjemahan seorang ahli dari UGM, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan besar daerah Purbalingga menjadi basis pertahanan (atau bahkan penyerangan) saat Sriwijaya akan menghukum Bhumi Jawa yang tidak mau tunduk kepada kekuasaan Sriwijaya. Jadi menurut penulis, dengan banyaknya penemuan Lingga-Yoni di seputar Purbalingga adalah upaya secara kerohanian dari pihak Jawa untuk memohon kepada-Nya agar dilindungi dari serangan Sriwijaya, selain melakukan upaya nyata berupa perlawanan secara militer.


 


Purbalingga dimasa Kerajaan Islam


Dimasa Kerajaan Islam, menurut "folklore" , menyebutkan adanya kadipaten Onje (sekarang berada Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga) yang merupakan cikal bakal Kabupaten Purbalingga sekarang ini, ada juga kadipaten Cipaku (juga berada di kecamatan Mrebet, Purbalingga) sebagai asal Kabupaten Purbalingga, dan kadipaten Wirasaba (berada di kecamatan Bukateja) juga dianggap sebagai asal Kabupaten Purbalingga. Memang banyak sekali peninggalan bersejarah dimasa Hindu dan Islam ditemukan disekitar kecamatan tersebut. Manuskrip yang sampai sekarang disimpan oleh masyarakat Onje, menyebut tentang penganugerahan kadipaten Onje dari penguasa Kerajaan Pajang.


Terlepas dari hal itu semua, ada sebuah peninggalan penting yang sampai sekarang digunakan oleh masyarakat, yaitu Masjid Sayid Kuning, yang merupakan masjid kuno yang ada di Purbalingga. Disamping itu juga adanya Masyarakat Islam Aboge, yang diyakini merupakan suatu aliran Islam yang berasal dari suatu pencampuran Islam dengan budaya asli/lokal.


 


Purbalingga dimasa Kolonial Belanda


Kolonialisme Belanda sampai sekarang dapat dilihat peninggalannya berupa gedung-gedung kuno di seputar Purbalingga, pekuburan Belanda atau momento mori  (sekarang dijadikan taman kota), dan museum tempat lahir panglima Besar Jenderal Besar Soedirman (berada di kecamatan Rembang, Purbalingga).  Stasiun kereta api (hanya sekarang sudah tidak digunakan lagi) juga salah satu peninggalan Belanda yang ada di Purbalingga. Adanya komplek pekuburan Belanda, membuktikan bahwa warga Belanda banyak yang tinggal dan menetap di Purbalingga dimasa penjajahan dulu.

Tuesday, 6 April 2010

Kewilayahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki posisi strategis. Menurut astronomis, letak indonesia berada di 60 LU - 110 LS dan 950 BT – 1410 BT atau secara geografis terletak di antara benua Asia - benua Australia dan samudra Hindia - Atlantik. Kewilayahan yang begitu luas dengan ribuan pulau merupakan potensi yang besar bagi Indonesia itu sendiri. Wilayah yang luas dengan beraneka ragam sumberdaya alam serta suku-bangsa adalah kekuatan yang dapat diolah menjadi kekuatan yaing luar biasa hebat. Bila ditinjau lebih jauh, kewilayahan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) memiliki historisitas yang cukup unik.

Kewilayahan NKRI masa Kerajaan Sriwijaya (abad 7 M - abad 13 M)
Menurut beberapa prasasti yang ditemukan di sekitar Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaka, maka dapat dipastikan bahwa wilayah Sriwijaya meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, dan Semenanjung Malaka. Dalam tulisan ini kerajaan Sriwijaya dianggap berakhir di abad 13 M, saat terjadi "ekspedisi Pamalayu" oleh Kerajaan Singosari dibawah pemerintahan Kertanegara. Kata Pamalayu dan "Suwarnabhumi" yang terpahat di prasasti Amogaphasa, menandakan bahwa Sriwijaya telah berakhir dan digantikan Melayu atau Suwarnabhumi (atau hanya berganti nama saja? ) perlu dikaji lebih lanjut. Jadi wilayah NKRI yang sekarang juga meliputi Sumatra dan Jawa, dapat dikatakan kelanjutan kewilayahan Sriwijaya. Perlu diketahui, penaklukan Sriwijaya dimasa dahulu ke daerah lain jangan diartikan sebagai penjajahan karena yang terjadi penaklukan dengan peradaban, conquer and civilization.

Friday, 19 March 2010

Pendidikan yang Berwawasan

Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan dari NKRI yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, dan sering dibacakan setiap ada upacara bendera. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Menyoroti pemerintah, maka diadakanlah sekolah baik formal maupun non formal, berikut berbagai sarana, prasarana, regulasi/aturan, dan lain sebagainya.

Di kesempatan ini saya mencoba menuangkan pemikiran saya tentang sekolah yang berwawasan, baik wawasan kebangsaan, lingkungan, kerja, teknologi,  etika-kesopanan, kebudayaan.

  • Wawasan Kebangsaan


Sudah sewajarnya sekolah terus memupuk rasa kebangsaan kepada segenap warga sekolah, baik dalam hal yang bersifat insidental maupun keseharian. Sikap-sikap yang mengarah pada pemupukan rasa nasionalisme-patriotisme seringnya akan muncul bila ada isu "co-enemy", misalnya saat krisis Ambalat, atau saat upacara bendera yang sifatnya insidental-seremonial saja, namun dalam keseharian sering terlupakan. Sebenarnya wawasan kebangsaan dapat dimasukkan dalam semua pelajaran, dengan tujuan untuk meningkatkan rasa bangga terhadap bangsa dan negara. Hal ini bukan berarti harus diwujudkan dalam "chauvinisme", tetapi lebih berorientasi pada kemajuan bangsa dan negara. Misalnya dalam mapel Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) siswa dikenalkan blog atau pun face book, maka alangkah baiknya digunakan sebagai media untuk mempererat persatuan bangsa dan lebih mengenalkan Indonesia yang berkebudayaan tinggi kepada bangsa sendiri apalagi dunia internasional, serta membentuk generasi muda yang lebih peduli terhadap lingkungan (sosial-hayati) dan bangsa-negara.


 




  • Wawasan Lingkungan


Global warming merupakan isu yang sedang mengemuka sekarang ini. Sering sekali murid-murid sekolah diajak untuk beramai-ramai melakukan penanaman sejuta pohon yang digerakkan oleh pemerintah, namun kita lupa terhadap lingkungan sekolah sendiri. Kadang dijumpai suatu sekolahan yang "hampir" tidak terdapat pohon satu pun, hanya terdapat "pohon beton" saja. Padahal saya yakin, setiap sekolah mengajarkan pelajaran IPA. Berbagai alasan pun dilontarkan, seperti minimalnya lahan dan lain sebagainya. memang tak dapat dipungkiri bahwa lahan diperkotaan semakin sempit, meski hal tersebut sebenarnya bukan menjadi alasan untuk tidak menanam pohon, karena sekarang banyak jenis pohon yang mudah ditumbuh (atau konsultasi ke dinas/departemen kehutanan, bisa juga browsing internet tentang hal tersebut).  Saya yakin, dengan sekolah yang asri, pasti akan menyejukkan suasana yang nantinya berpengaruh dalam Kegiatan Belajar Mengajar (sejuk pasti akan membawa kesegaran tubuh dan berpikir).

  • Wawasan Kerja


sekolah yang berwawasan kerja bukan berarti hanya sekolah kejuruan saja, tetapi semua sekolah dapat menerapkan hal tersebut. Semua mapel dapat dikembangkan kedalam dunia kerja dan aplikasinya. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya lebih menekankan siswa untuk berkarya yang berguna dikehidupan nyata, lebih baik lagi yang bernilai ekonomis. Penekanan ekonomis perlu dilihat karena sering kita mendapat pertanyaan, "belajar itu bisa buat cari duit nggak sih ? ", dan jawaban yang diinginkan adalah instant, artinya bisa langsung diaplikasikan.

  • Wawasan Teknologi


Sudah menjadi tuntutan jaman, bahwa kemajuan teknologi merupakan langkah pasti yang tak terhentikan (sementara ini). Anak didik merupakan investasi masa depan yang sangat berharga. Bekal untuk mereka tidaklah sedikit, apalagi masa mereka nantinya adalah masa teknologi maju (pastinya lebih maju dari sekarang), maka dari itu sudah sewajarnya kita menumbuhkan semangat mereka untuk tidak hanya memanfaatkan teknologi, tetapi juga menciptakan teknologi yang baru dan lebih baik.

  • Wawasan Etika-Kesopanan


Etika-kesopanan merupakan suatu masalah yang sangat penting dunia pendidikan. Perlu diciptakan keteladanan dari guru tentang etika-kesopanan, disamping penerapan aturan yang tegas dan disiplin. Kadang pendidik lebih menekankan aspek kognitif dan psikomotornya saja, tetapi aspek afektif  (dalam hal ini etika-kesopanan) sering terlupa. Asalkan pinter dan mampu membawa prestasi sekolah naik, maka hal itu tidak menjadi soal. Padahal kita tahu, dalam dunia kerja, sepintar apa pun orang jika etika-kesopanan ditinggalkan, bisa saja mendapat masalah dalam pekerjaan. Selain itu aturan yang sudah disetujui bersama kadang dilanggar sendiri. Contoh mudahnya adalah masalah pakaian/seragam sekolah; banyak dijumpai siswa memakai seragam yang tidak sesuai aturan sekolahnya (baju tidak dimasukkan, rok pendek diatas lutut, dsb). Alasan yang dikemukakan siswa adalah mengikuti mode, meskipun tidak bisa sepenuhnya tanggung jawab dibebankan pada sekolah, tapi masyarakat pun harusnya ikut bertanggung jawab, dalam hal ini tayangan film atau lainnya yang memang demikian adanya (seragam yang tak sesuai aturan). Saya yakin setiap sekolah mempunyai aturan jelas, tinggal penerapan dilapangan dan penegakkan aturan itu sendiri. Penegakkan aturan tersebut meliputi semua komponen sekolah.

  • Wawasan Kebudayaan


Pendidikan yang berkebudayaan....agaknya hal ini yang kurang diterapkan kepada siswa. Sebagai contoh, untuk Jawa Tengah, saya perlu bangga karena menerapkan mapel Bahasa Jawa yang sarat akan budaya, tetapi sering dijumpai siswa kesulitan dengan bahasa mereka sendiri, bahkan guru juga demikian (hal ini tidak berlaku pada guru mapel bersangkutan). Bisa dibayangkan jika setiap mapel, kadang atau bahkan seria menggunakan bahasa Jawa tersebut dalam Kegiatan Belajar Mengajar, maka secara tidak langsung pembiasaan ini akan menjadi mata rantai pelestarian budaya yang lebih efektif .

Ujian Nasional dan Kontroversinya

Ujian Nasional dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia. Pro dan kontra seputar UN setiap hari semakin banyak bermunculan. Bila ditelaah lebih lanjut, perlukah UN diadakan dalam Sistem Pendidikan di Indonesia ? Mari kita lihat pendapat pihak Pro-Kontra UN.


Pendapat Kontra :




  1. Sekolah memiliki sarana-prasarana yang berbeda sehingga kemampuan dalam mengantarkan anak didik untuk menguasai mata pelajaran juga berbeda.

  2. Dalam ijasah (yang diperlukan dalam mencari pekerjaan) tercantum semua mapel, tidak hanya mapel UN saja. Ini menimbulkan ketimpangan.

  3. Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) seharusnya memberikan otonomi luas kepada sekolah dalam hal kelulusan, tidak tergantung pada UN.

  4. Ada sekolah-sekolah khusus, misalnya sekolah yang intensif pada seni, olahraga, ketrampilan, dan lain sebagainya. Sekolah-sekolah tersebut seharusnya menempuh UN yang berbeda dengan sekolah umum.

  5. UN lebih mengutamakan aspek kognitif saja, sedangkan pendidikan menekankan aspek kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif.


Pendapat Pro  UN :




  1. Pemerintah memerlukan suatu data statistik untuk mendapat gambaran ketercapaian pendidikan.

  2. Diperlukan adanya standard tertentu dalam pendidikan, dalam hal ini dapat dicapai melalui UN.


Pendapat penulis :




  1. UN bisa dijalankan asalkan disesuaikan dengan kondisi sekolah yang ada di Indonesia, misalnya Sekolah Bertaraf Internasional, Sekolah Standar Nasional, Sekolah olah raga, sekolah seni, sekollah reguler (biasa). Artinya soal yang ada haruslah melihat perbedaan yang ada, atau malah dibedakan sama sekali.

  2. Pemerintah memberi sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat bahwa UN bukan satu-satunya penentu kelulusan.

  3. Materi UN seharusnya imbang dalam hal aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

  4. Aturan yang jelas tentang KTSP dan UN beserta hal-hal yang berhubungan dengan itu.

  5. Penting untuk diperhatikan adalah tingkat kualitas lulusan bukan kuantitas.

  6. UN bukan komoditas politik, karena pemerintah daerah akan menyoroti hasil UN dari sisi politis, padahal pendidikan harusnya lebih independen dan tidak di intervensi.

  7. Atau UN tetap ada tetapi tidak berpengaruh pada kelulusan (artinya semua siswa lulus/tamat) tetapi nilai UN dicantumkan dalam ijasah/STTB, sehingga diharapkan kecurangan dalam UN bisa ditekan/diminimalkan karena semua akan lulus/tamat berapapun nilainya (dan yang benar-benar serius belajar akan mendapat bagus pula, sedang yang kurang serius pasti akan puas dengan hasil yang memang diusahakan sendiri).  Pemerintah akan dapat gambaran pendidikan seutuhnya (tanpa rekayasa), dunia kerja mendapat kualitas sesungguhnya, pendidikan selanjutnya juga bebas melakukan tes penerimaan sendiri.


Dari sekian banyak pendapat, saya yakin pemerhati pendidikan, pendidik, maupun anak didik juga memiliki pendapatnya sendiri. Iklim demokrasi sekarang ini sangat bagus untuk berpendapat, meskipun akan lebih baik lagi diikuti dengan solusi yang ditawarkan. Sekian

Sunday, 14 March 2010

WORKSHOP BLOG

Dalam meningkatkan profesionalitas dan meningkatkan ketrampilan guru dalam melakukan kegiatan penulisan maka diadakan workshop blogg tingkat nasional di Purbalingga.

Halo dunia!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Wednesday, 20 January 2010

Satu atau Dua Dinasti di Mataram Kuno



Perdebatan tentang dinasti yang memerintah kerajaan Mataram Kuno yang pernah hidup di Jawa Tengah masih menjadi hal yang menarik sampai sekarang ini. Dinasti tersebut adalah Sanjaya dan Syailendra  Setiap pihak mempunyai argumen yang kuat dengan bukti yang sama, hanya beda dalam penafsiran saja, karena memang uniknya mempelajari sejarah adalah bukti yang sama dapat membuat interpretasi yang berlainan. Sebagian besar data prasasti yang digunakan adalah Prasasti Ligor, Prasasti Sangkara, Prasasti Karangtengah, Prasasti Sri Kahulunan, dan beberapa prasasti lain. Perbedaan pendapat tersebut bagi penulis adalah rahmat tersendiri. Di dalam tulisan ini merupakan pemikiran penulis dan semua penilaian dikembalikan kepada pembaca, karena bagi penulis kebenaran yang hakiki hanya milik-Nya.

Di dalam kesejarahan Indonesia, belum pernah penulis jumpai tentang dua dinasti yang memerintah satu kerajaan, kecuali di Mataram Kuno Jawa Tengah yang bagi mereka yang berpendapat dua dinasti. Dalam kebiasaan politik kerajaan dimasa lalu, sepengetahuan penulis, hanya ada satu dinasti yang memegang pemerintahan, jika ada yang lain pasti terjadi saling mengalahkan, sehingga nantinya hanya satu yang akan muncul ke permukaan, karena yang berhak mengeluarkan prasasti adalah dinasti penguasa. Sebagai contoh adalah dinasti Airlangga yang berarkhir di pemerintahan Kediri (raja Kertajaya), meskipun sebelumnya sudah terjadi perpecahan dimasa Panjalu (Kediri) dan Jenggala, yang masih satu keturunan Airlangga, meskipun kemudian dapat disatukan oleh Jayabaya (Kediri). Dinasti Airlangga dikalahkan oleh Dinasti Rajasa , dengan Ken Arok sebagai "vamca tilaka", peletak dasar dinasti, meskipun yang menyematkan gelar terebut adalah para keturunannya yang memerintah Singosari-Majapahit.

Tuesday, 12 January 2010

Candi Lumbung Sengi



Candi Lumbung sengi berada di kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Candi ini merupakan candi tunggal, bukan suatu kompleks, meskipun sering dikaitkan dengan Candi Asu dan candi Pendem karena memang letaknya yang berdekatan walaupun dipisahkan oleh sungai besar. Candi Lumbung sengi ini berada tepat dipinggir sungai yang beraliran deras namun jernih. Di bagian ruang utama candi terdapat sumuran (sama dengan yang terdapat di Candi Asu dan Candi Pendem), biasanya sumuran diruang utama candi merupakan tempat menyimpan "peripih" yang berisi relic. perhiasan, abu/tulang, dsb. Peripih ini sering kali dihubungkan dengan bekal kubur, karena ada anggapan tentang Kultus Dewa-Raja, bahwasanya Raja adalah wakil Dewa didunia, sehingga ada penghormatan yang "hampir sama" disamping pencampuran kepercayaan terhadap nenek moyang. Implementasinya berupa candi yang berada diruang utama dengan arca utama berdiri tepat diatas sumuran yang dibawahnya terdapat peripih, jadi adanya penyatuan perhormatan.
Saat penulis berkunjung kesana ditahun 2003-2004 kondisi candi cukup memprihatinkan mengingat derasnya air sungai yang menggerus tanah pinggiran candi, sehingga dikhawatirkan suatu saat tanah pijakan candi bisa longsor.
Diperkirakan candi ini sejaman dengan kerajaan Mataram Kuno yang hidup antara abad 8-10 M.


Saturday, 9 January 2010

Candi Merak



Candi Merak yang berada tidak jauh dari reruntuhan candi Karangnongko, berada di tengah pemukiman penduduk. Candi Hindu ini masih terlihat baik meskipun saat penulis berkunjung belum dipugar. Disana masih terdapat arca Durga Mahisasuramardini (meski tanpa kepala karena sudah hilang), Ganesha, dan masih banyak relief yang berada dalam kondisi "baik", seperti relief ular-kerbau-penyu (mengingatkan cerita fabel yang ada di Candi Mendut) namun sayang penulis belum bisa "membacanya", dan ada lagi relief teratai yang diatasnya terdapat (seperti) payung, yang dimungkinkan (menurut penulis) pada masa itu terjadi percampuran budaya asli (payung dilambangkan budaya asli) dengan budaya Hindu (teratai dilambangkan tanaman surga atau singgasana dewa).

Candi Karangnongko


Candi yang satu ini merupakan candi yang belum direkonstruksi ulang disaat penulis berkunjung ke sana tahun 2002/2003. Berada ditepi sungai yang jernih di kecamatan Karang nongko, Klaten, Jawa Tengah. Menilik dari sisa yang ada merupakan candi Hindu (lihat Lingga yang cukup besar dipegang penulis). Tidak jauh dari reruntuhan candi terdapat Candi Merak yang terdaapat ditengah pemukiman warga.
 
 

Candi Gunung Wukir



Candi Gunung Wukir merupakan candi tempat ditemukan prasasti tertua yang ditemukan di Jawa dan menyebutkan tentang pulau Jawa (Yawadwipa). Prasati tersebut dikeluarkan oleh raja Sanjaya yang memerintah di Mataram Kuno. Prasasti yang dimaksud adalah Prasasti Canggal.
Candi tersebut merupakan tempat pemujaan Siwa, terlihat adanya Yoni yang berukuran besar yang berada ditengah ruang utama (perkiraan karena candi sudah rusak) yang didepannya masih terdapat arca Nandi yang merupakan kendaraan Siwa.
Lokasi candi berada di puncak sebuah bukit, didaerah Salam, Magelang-Jateng. Pada saat penulis berkunjung kesana, jalan menuju candi masih berupa jalan setapak, dan dikelilingi perkebunan yang cukup lebat dan masih banyak terdapat hewan liar (kera).


Candi Ijo



Candi Ijo berlokasi di Bokoharjo, Sleman-DIY. Candi Hindu ini merupakan candi masa Mataram Kuno yang mempunyai susunan rebah kebelakang dengan candi utama/induk berada di belakang kompleks, sedangkan pada umumnya candi masa Mataram Kuno memiliki susunan terpusat dengan candi induk ditengah dikelilingi candi perwara atau candi yang berdiri sendiri-sendiri (artinya bukan suatu kompleks percandian).Pada saat penulis berkunjung kesana ditahun 2002/2003 kompleks candi yang berada di lereng perbukitan ini sedang berada dalam tahap perbaikan.


Candi Gedong Songo


Berada di ketinggian lereng gunung Ungaran, membuat sejuk pengunjung Candi Gedongsongo. Candi Hindu yang dibangun sejaman dengan kerajaan Mataram Kuno (meskipun belum ditemukan prasasti tentang pembangunannya) ini memiliki sembilan (songo) candi dalam kompleks yang tersebar diberbagai tempat. Pemujaan terhadap Siwa sangat terlihat dari bentuk dan relief yang terdapat dicandi tersebut. Hanya sayang sampai sekarang candi yang masih utuh hanya ada tujuh candi saja.

Candi Dieng




Kompleks Dieng merupakan kompleks candi Hindu yang cukup besar dan tersebar diberbagai tempat. Jika menilik dari kata, Dieng berasal dari Dang-Hyang yang artinya tempat para dewa. Kiranya benar adanya karena memang tempat tersebut merupakan tempat berdirinya candi yang mana disekitar tempat tersebut masih banyak terdapat sisa-sisa “umpak” bangunan dari kayu, sehingga dimungkinkan dahulu merupakan asrama untuk mendalami agama Hindu.


Bukti lain adanya pemandian kuno/patirtan yang memang biasanya identik dengan pemukiman dan kompleks tempat ibadah, dalam hal ini candi. Dieng yang tidak jauh dari daerah Warak , mengingatkan kita pada nama raja yang berada di daftar prasasti Kedu dan prasasti Wanua Tengah III yang menyebutkan Sri Maharaja Rakai Warak. Dengan demikian tidak salah jika menarik kesimpulan bila kompleks candi di Dieng dibangun pada masa kerajaan Mataram Kuno.


Candi di kompleks Dieng dan patirtan banyak dinamai oleh penduduk sekitar dengan nama tokoh di pewayangan. Alasan pengambilan nama tokoh pewayangan sampai sekarang belum penulis ketahui. Mungkin para pembaca ada yang mengetahui, silahkan untuk dikomentari.

Friday, 8 January 2010

Candi Cetha



Berada di ketinggian lereng Gunung Lawu di Dusun Cetha, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Candi yang dibangun dimasa akhir Majapahit ini bergaya "rebah ke belakang", yang merupakan gaya khas periode Jawa Timur, artinya kompleks memiliki candi induk berada di belakang. Simbol Majapahit masih terlihat jelas dengan adanya relief Surya Majapahit di pelataran candi. Candi Cetha ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah karena memang sebagian besar penduduk di Dusun Cetha beragama Hindu.

Candi Borobudur


Candi Borobudur merupakan candi Buddha terbesar di Indonesia yang dibangun dimasa kerajaan Mataram Kuno. Menurut prasasti Sri Kahulunan menyebutkan adanya pendirian Kamulan ing Bhumi sambhara.....(yang oleh paral ahli diprediksi menjadi Kamulan ing Bhumi Sambhara Budhara). Terlepas dari perdebatan tahun pendirian, yang jelas candi tersebut didirikan diatas sebuah bukit yang memang dalam filosofi Jawa Kuno, tempat yang tinggi (dan biasanya sepi) mudah untuk bermeditasi atau mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Disamping Borobudur memiliki filosofis untuk pencapaian kesempurnaan dalam hal ini mencapai nirwana.

Thursday, 7 January 2010

Candi di Jawa Tengah



Candi Barong


Candi Barong berada di ketinggian bukit, di Bokoharjo, Sleman, DIY. Marupakan candi Hindu yang tidak memiliki ruang candi. Pernah ditemukan arca Dewi Sri, kemungkinan untuk memuja kesejahteraan karena memang disekitar candi daerah tersebut gersang, karena merupakan bukit kapur. Di pelataran candi masih terlihat "umpak" yang biasanya merupakan pondasi suatu bangunan yang berasal dari kayu.

Candi Banyunibo


Candi Banyunibo berada di kelurahan Bokoharjo, Sleman, DIY. Merupakan candi Budha, terlihat dari stupa yang berada dipuncak candi. Sayang arca yang berada di relung seputar candi hampir sebagian besar sudah hilang.

Candi Asu


Candi yang berada di kecamatan Dukun-Magelang, merupakan candi Hindu yang masih berada ditengah arela persawahan. Kata "Asu" berasal dari kata "ASO" yang bermakna "istirahat".

Disqus Shortname

Comments system